Aku dan Gedung Itu

Share:
Jumat, 10 Oktober 2014. Untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki di tempat itu. Dengan kemeja motif merah-putih, celana dan kerudung hitam, tas cokelat dan amplop cokelat sebagai kelengkapan menemui seorang wanita yang kukenal sebagai HRD.

Pagi itu, dengan penuh semangat aku berjalan menapaki lorong-lorong yang sepi dengan sebuah harapan. Hingga pada akhirnya, harapan itu terwujud. Aku menghabiskan banyak waktuku di Lantai 36 dalam sebuah gedung yang cukup terkenal namanya.


Awal-awal masa penyesuaian, hari-hariku terbilang cukup membosankan. Hanya menunggu sesuatu yang tak pasti. Tapi kadang sibuk, kerja bagai tak kenal waktu. Ditengah kebosanan ketika tak kerjaan, aku lebih sering menghabiskan waktuku untuk melihat pemandangan di balik kaca jendela. Ya, hanya ini yang bisa menjadi hiburan.

Tepat diseberang agak ke kanan saat mataku memandang, aku melihat sebuah lahan yang masih rata dengan tanah. Di sekelilingnya ada beberapa mobil berat dan para pekerja yang lengkap dengan atribut keselamatannya. Ya, lahan itu akan dibangun sebuah bangunan nampaknya. Mungkin sebuah gedung tinggi. Pikirku saat itu. 

Dari detik ke menit, hingga berganti jam, lalu hari berganti bulan. Aktivitasku masih sama. Masih memandangi keluar jendela. Dan hiburanku saat waktu mulai membosankan adalah melihat kembali para pekerja yang sedang bergotong royong membangun gedung di bawah sana. Ntah berapa lantai yang akan mereka buat, belum terpikir olehku.

Hari berlalu. Kini Bulan sudah berganti tahun. Dan ketika tahun kembali berganti, perlahan pasti, aku melihat lahan kosong itu tak lagi rata dengan tanah. Sudah ada bangunan di sana. Satu persatu lantai telah berdiri dengan kokoh.

2014 yang lalu, dan 2018 yang sekarang. Kembali kulihat pemandangan di balik kaca jendela. Kini, pandanganku tak lagi ke bawah. Lahan yang tadinya tak ada apa-apa kini sudah berubah menjadi gedung yang menjulang tinggi. Bahkan lebih tinggi dari tempat aku berdiri. Bahkan sudah melewati tinggi gedung biru yang pernah menjadi gedung tertinggi di sini.
Ah, iya. Cepat sekali kau tumbuh menjadi besar.

Dalam senja yang berubah menjadi gelap. Aku kembali menyaksikan bahwa aku tak ada apa-apanya dengan gedung itu, sekarang. Padahal dulu, kami sama-sama tidak ada apa-apanya. Dulu, gedung itu masih rata dengan tanah, dan aku, masih menjadi anak baru dengan sejuuta harapan.

Dan waktu berlalu hingga membuat perbedaan pada kami. Di tanah kosong itu telah berdiri bangunan tinggi. Sedang aku masih dengan aku yang dulu. Nyaris tak ada yang berubah. Ya, aku iri pada gedung itu. Aku malu karena sekarang, perbedaan kami seperti langit dan bumi. Dia sudah menjulang tinggi. Sedang aku masih tetap begini.

DIbilang menyesal, sungguh sangat disesali. Tapi harus aku syukurin bahwa kejadian ini menyadarkan aku bahwa seharusnya aku sudah menjadi sesuatu...

Ya, mari menjadi yang lebih baik lagi.

No comments

Terima kasih atas kunjungannya.
Jangan lupa tinggalkan komentarmu, ya..
Tiada kesan tanpa komentar yang kau tinggalkan. ^,^