Pergilah dan Selamat Menempuh Hidup Baru

Share:
Hari ini, kemarin, dan terhitung sudah berbulan-bulan aku tidak pernah lagi melihatnya. Bahkan di tempat kali pertama kami bertemu, aku tidak menemukannya lagi. Pesan singkat dan telepon yang kukirim ke nomor ponselnya pun tak pernah ada jawaban.

Agustus lalu adalah kali terakhir kami bertemu. Di siang yang terik, aku memintanya untuk menemaniku membeli Kurma Water. Dia mau. Tanpa penolakan. Ya, aku ingat betul, setelah hari itu, kami tidak pernah bertemu lagi.

Aku kehilangan kabarnya.

Kadang aku berpikir, aku dan dia seperti punya sebuah ikatan yang kuat. Ya, meskipun tidak janjiaan, biasanya kami selalu dipertemukan. Apalagi setiap kali aku merindu atau merasa sudah lama tak bertemu, takdir selalu mempertemukan kami. Entah di lobby, di kantin, atau di jalan menuju atau pulang kantor. Tapi  itu dulu, keadaan sekarang benar berbeda. Aku rindu dan terus-terusan mencarinya, tapi takdir tak mempertemukan kami. Ya, aku benar-benar kehilangan jejaknya.

Dia adalah Mba Muniroh. Kami berkenalan di sebuah tempat suci lantai paling dasar Gedung Indofood Tower - Jakarta, saat waktu dhuha. Aku ingat, pertemuan pertama kami di bulan Oktober 2014 saat aku baru mulai bekerja di tempat ini.

Sejak saat itu, hampir setiap hari kami bertemu. Lalu bertukar cerita tentang pekerjaan, agama, atau kadang juga tentang cinta. Dalam sebuah hubungan, kami memimpikan sebuah ikatan yang tidak biasa.

Waktu berlalu. Karena satu dan hal lainnya, aku jadi jarang ke tempat dimana kali pertama kami bertemu. Tapi itu semua tidak membuat hubungan kami putus. Aku dan dia masih sering dipertemukan walau tidak janjian. Dia juga kerap kali menghubungiku untuk menanyakan kabar. Ya, padahal setiap senin-jumat, kami berada di gedung yang sama.

Sedih, resah dan gelisah. Hati dipenuhi dengan tanya tanda. Dia dimana? Kemana tidak sedikitpun aku mendengar kabarnya? Aku harus bertanya dengan siapa? Karena memang aku lupa dia bekerja dilantai berapa dan PT apa.

Tapi hari itu, akhir Desember 2016, aku berhasil mendapat kabarnya. Dia membalas pesanku, dan aku langsung menelponnya.

Pertama kali mendengar kabar itu, aku benar-benar merasa sangat kehilangan. Dia satu-satunya teman di luar kantor yang aku kenal ternyata sudah tidak bekerja di sini. Dia resign, lalu menikah dan tinggal bersama laki-laki yang pernah dia ceritakan padaku.  Katanya sudah cukup lama. Kalau kuingat-ingat, sepertinya gak jauh dari pertemuan kami di bulan Agustus.

Tapi, Mbak.. Kenapa aku gak dikabari? Bukankah waktu itu kita udah janjian mau ke Masjid yang di Pondok Indah dan makan Tomyam Kelapa? Tapi Mbaknya malah udah gak di sini lagi.

Ah, jujur. rasanya sedih banget. Kalau tau dia akan menikah dan tidak bekerja di sini lagi, aku ingin membuat moment indah yang mungkin akan jadi acara perpisahan kita. Tapi ini enggak, aku gak dikabari, bahkan Mbak juga gak pamit. Dan sekarang, Mbak  makin susah dihubungi.

Tapi yaudahlah, aku ikhlas. Meskipun sebenernya aku jadi merasa kehilangan di sini.
Aku ikut bahagia karena penantian Mbak akhirnya berakhir. Pun dengan yang Mbak Cita-citakan, alhamdulillah bisa terwujud.  Tinggal aku nih, Mbak. Semoga si dia bisa berani seperti suamimu sekarang.

Doa sederhana dariku, semoga Mbak dan suami bisa menjadi keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah. Mbak bisa menjadi istri yang sholeha dan cepat punya keturunan. Sehat selalu dan hidup bahagia di dunia akhirat.

Sedikit pesan dariku, jangan pernah ganti nomor ya, Mbak. Karena bagaimanapun, aku masih ingin selalu menyambung komunikasi.

Dan yang terakhir, Selamat Menempuh Hidup Baru. Semoga takdir masih mau mempertemukan kita untuk melepas rindu atau sekedar bertukar cerita kehidupan kita yang baru.


Tertanda,

Nurri

9 comments:

  1. ya kadang saahbat telah eprgi bikin hati sedih apaalgi kalau memutuskan silaturahmi ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, banget. Gak paham apa yang ada dipikirannya. HEhehe

      Delete
  2. kadang ada temen kayak gini. pergi seenaknya kayak persahabatan ini ga ada artinya

    ReplyDelete
    Replies
    1. HUahahah, tapi kadang kita gak bisa asal menilai begitu. Kita kan gak atau ada apa dibelakang. Hem

      Delete
  3. Terharu membaca tulisannya, mba. Smoga selalu terjalin hubungan pertemanan lebih baik :)

    ReplyDelete
  4. Mungkin dia enggak anggep lu temen, Nur. :P

    ReplyDelete
  5. Komen si Dicky jahat. :(

    Wah, sayang banget belum sempet cobain tomyam si Mbaknya. :')

    Semoga beliau selalu baik-baik saja ya, Nur. Aamiin.

    ReplyDelete
  6. Awalnya ku kira ini tentang lelakinya Nuri wkwkwkwk

    ReplyDelete

Terima kasih atas kunjungannya.
Jangan lupa tinggalkan komentarmu, ya..
Tiada kesan tanpa komentar yang kau tinggalkan. ^,^